Senin, 27 April 2009

Unas yang Terhormat

Nilai Unas benar-benar sesuai penilaian patokan dari Dindik. Bisa jelas, sekolah mana yang berkualitas dan mana yang tidak. Tak seperti sekarang, hampir semua sekolah lulus 100 persen, sehingga tidak jelas sekolah yang berkualitas dan tidak.

SAAT ini muncul wacana, Ujian Nasional (Unas) sebagai alat seleksi masuk perguruan tinggi (SMPT). Yang pro bilang, agar ada efisiensi anggaran, yang kontra berkata tujuan Unas dan SMPT itu berbeda. Unas mengukur kompetensi siswa berdasar kriteria/patokan sementara SMPT bertujuan menentukan peringkat siswa, yaitu posisi nilai siswa di antara siswa yang lain atau acuannya normatif.

PT enggan menjadikan nilai Unas sebagai alat seleksi masuk. Lalu, bagaimana agar Unas bisa dipercaya? Setidaknya, ada tiga kriteria agar Unas valid. Pertama, soal-soal Unas harus bisa mengukur kompetensi dasar siswa. Kedua, proses pelaksanaan harus valid, artinya dilaksanakan sesuai prosedur operasional standar yang baik dan jujur. Ketiga, pengolahan/penilaian hasil ujian dilakukan secara objektif.

Materi soal Unas seharusnya secara tepat mengukur kompetensi dasar yang sesuai dengan kompetensi dasar pada kurikulum. Soal Unas harus bisa mengukur kompetensi dasar yang dikuasai siswa. Artinya, dengan mengerjakan soal harus bisa dibedakan siswa yang menguasai kompetensi dan siswa yang tidak menguasai kompetensi.

Menurut pengalaman penulis, materi soal Unas sudah cukup bagus dalam mengukur kompetensi dasar siswa. Contoh, materi logika mata pelajaran matematika jurusan IPA untuk Unas 2008, sudah sesuai standar isi dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Proses Pelaksanaan
Pelaksanaan Unas makin disempurnakan seiring ditemukanya penyimpangan. Penyimpangan dalam proses bisa bersifat individual yang dilakukan oleh siswa atau terorganisasi. Selama ini, Lembar Jawab Komputer (LJK) siswa dikumpulkan pengawas ruang ujian ke sekretariat Unas pada tingkat sekolah penyelenggara dan diperiksa petugas di sekretariat yang adalah guru dari sekolah bersangkutan.

Di sini memungkinkan kecurangan. Sebelum Unas, siswa diberi instruksi untuk mengosongkan jawaban dari soal yang tidak bisa dikerjakan, kemudian di sekretariat petugas sekretariat sambil memeriksa jumlah LJK dan nomor peserta mengisi lembar jawaban yang kosong tadi sesuai kunci jawaban yang sudah dibuat guru mata pelajaran. Kini, LJK disegel di ruang ujian oleh pengawas ruang yang bersangkutan.

Kecurangan lain terjadi di ruang ujian oleh sekolah tetapi secara tidak langsung. Saat soal dibagikan, guru mata pelajaran mengerjakan sisa soal. Sekolah ‘mengatur’ murid tertentu ke kamar mandi dan mengambil jawaban yang telah dibuat oleh guru. Siswa itu mendistribusikan jawaban kepada siswa pada ruangan itu.

Sebuah kasus, ada nilai mata pelajaran matematika di suatu sekolah yang hampir seragam. Celah ini berusaha ditutup dengan dihadirkanya Tim Pemantau Independen (TPI). Namun, TPI tidak punya kewenangan menindak, hanya mencatat kejadian saja. TPI juga tidak boleh masuk ruang ujian, sehingga tidak tahu kejadian di ruang ujian.

Kecurangan individual, biasanya bersumber dari luar sekolah, baik oleh individu atau lembaga berupa kebocoran soal. Pembocoran soal, di mana 100 persen soal sama dengan soal Unas sebenarnya, kemudian dibahas dan diberikan jawaban. Bentuk lain, soal Unas yang bocor diterjemahkan dalam bentuk soal yang mirip, diganti kata-kata atau diganti angka dan variabelnya. Pihak berwenang perlu mengawasi lembaga penyelenggara pendidikan di luar sekolah yang berhubungan dengan Unas.

Penilaian Unas
Penilaian Unas sesuai amanat KTSP menggunakan acuan kriteria/patokan. Yang terjadi, penilaian menggunakan acuan normatif. Ini bisa dilihat dari fenomena try out . Saat try out selalu saja terjadi keluhan dari masyarakat betapa tingginya angka ketidaklulusan dalam try out.

Contoh untuk try out di kota Surabaya, persentase siswa swasta yang tidak lulus mencapai 61 persen untuk jurusan IPA , 67 persen untuk jurusan IPS dan 100 persen untuk jurusan Bahasa. Sedangkan siswa negeri yang tidak lulus mencapai 70,95 persen untuk jurusan IPA , 71,20 persen untuk jurusan IPS dan 39,10 persen untuk jurusan Bahasa.

Apa yang terjadi saat pengumumam kelulusan Unas? Angka-angka pada try out berbalik 180 derajat. Angka kelulusan jauh lebih besar. Maklum, Dinas Pendidikan (Dindik) punya kepentingan meluluskan sebanyak-banyaknya siswa karena kepatutan dalam sebuah ujian. Bisa dibayangkan, seandainya lebih dari 50 persen siswa tidak lulus, pasti terjadi gejolak di masyarakat.

Perbaikan Unas
Ada beberapa pemikiran perbaikan Unas, terutama pada proses pelaksanaan dan sistem penilaian. Pertama, agar proses baik dan jujur, perlu kewenangan lebih pada TPI, bukan sekadar mengawasi pelaksanaan Unas tapi diberi kewenangan menindak ketidakjujuran pelaksanaan. Pihak berwenang perlu mengawasi lembaga bimbingan belajar supaya bekerja profesional dengan mengedepankan prinsip kejujuran.

Kedua, agar penilaian objektif, kelulusan diserahkan sekolah bersanggkutan. Dindik hanya punya satu kepentingan, yakni sebuah ukuran penilaian yang sesuai krietria dan benar-benar objektif . Bagaimana dengan kualitas sekolah andai kelulusan diserahkan kepada sekolah bersangkutan?

Kualitas diukur dari hasil nilai Unas, karena nilai Unas benar-benar sesuai penilaian patokan dari Dindik. Bisa jelas, sekolah mana yang berkualitas dan mana yang tidak. Tak seperti sekarang, hampir semua sekolah lulus 100 persen, sehingga tidak jelas sekolah yang berkualitas dan tidak.

Diknaspun tak perlu repot merger sekolah yang sebagian siswanya tidak lulus Unas. Secara otomatis, sekolah dengan prestasi rendah akan tutup secara perlahan karena tidak diminati masyarakat lagi.
Dan, terakhir ke depan, Unas bisa menjadi terhormat seperti tes TOEFL untuk benar-benar mengukur penguasaan siswa pada mata pelajaran yang diujikan. Sekolah pada jenjang yang lebih tinggi bisa memanfaatkan nilai Unas untuk saringan masuk sekolah itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar